Page 7 - IMagz Ed. 04
P. 7
orang-orang yang pandai berbahasa, bisa menemukan Internet merupakan media konvergensi atau media yang
idiom-idiom baru (Bambang Sugiharto, 2019). Budaya menggabungkan unsur-unsur dari perkembangan media
menjadi simbol-simbol tertentu untuk kelas-kelas tertentu, cetak dan elektronik dalam satu media. Lahirnya internet
tanda-tanda tertentu. Budaya menjadi komoditas. Tesis hampir mengubah pola hidup masyarakat dan memberikan
ini kemudian berkembang pada abad ke-19, ideologi kontribusi yang besar dalam melakukan komunikasi,
menjadi upaya untuk menyamarkan dominasi kepentingan- publikasi serta menjadi sarana untuk mendapatkan
kepentingan para penguasa, ideologi menjadi semacam berbagai informasi. Saat ini, masyarakat di mana pun
mistifikasi, kesadaran yang dimanipulasi. Masyarakat berada dapat menggunakan teknologi internet seperti
dibuat tidak berdaya, bergantung pada kelas, seolah itu situs jejaring sosial untuk menggalang kekuatan sekaligus
adalah hal alamiah yang wajar belaka, seolah memang menegaskan pendirian mereka tentang apa pun, yang
seharusnya begitu (Bambang Sugiharto, 2019). Abad ke-20, sebelumnya hal itu mustahil dilakukan. Situs jejaring sosial
kebudayaan dianggap sebagai representasi diskursif yang telah menjadi bagian dari kehidupan hampir semua orang,
dikonsumsi secara artifisial belaka, selalu bisa diperkarakan baik tua maupun muda dan tanpa mengenal gender serta
kembali atau ditandingi oleh representasi-representasi status sosial mereka. Dapat dikatakan, kini, ‘masyarakat
lainnya. Kebudayaan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu informasi’ yang ada dalam pembahasan Frank Webster
yang bersifat holistik, melainkan ‘pecahan-pecahan’; dan (2006), bisa jadi telah bertransformasi bentuknya menjadi
informasi di dalamnya menjadi satu aspek penting yang era hyperconnected di mana orang selalu terhubung
terus diperdagangkan dalam ‘pecahan-pecahan’ narasi dengan semua orang setiap detik, setiap waktu, setiap
tentang kebudayaan. hari dan informasi merupakan komoditas yang terus
di’perdagang’kan untuk meraih status di dalam masyarakat.
Pada tatanan ‘masyarakat informasi’, kapitalisme budaya
dikonstruksi atas dasar kepenguasaan informasi; berjalan ‘Masyarakat informasi’, dengan marketisasi informasi
seiring dengan ‘masyarakat konsumsi’, yang oleh Baudrillard sebagai bentuk lain dari kapitalisme budaya, telah
diterjemahkan sebagai kondisi di mana hasrat adalah suatu menciptakan konsep ‘mata uang sosial’ sebagai orientasi
pokok yang dielaborasi juga oleh kapitalisme dalam rangka hidup. Selaras dengan hal tersebut, Paul Virilio, seorang
terus menjual dan terus menciptakan masyarakat yang filsuf asal Perancis, dalam bukunya Speed and Politics: An
konsumtif. Informasi, pada ‘masyarakat informasi’, menjadi Essay on Dromology (1986), menyatakan bahwa realitas
sebuah aset pertukaran simbolik, lebih pada bagaimana kebudayaan dewasa ini digerakkan oleh logika dan
kepemilikan informasi menempatkan seseorang berada obsesi akan kecepatan. Virilio menyebutnya sebagai era
pada status tertentu, mengkonstruksi marketisasi informasi dromologi. Dromologi berasal dari bahasa Yunani ‘dromos’
seperti yang dibahas oleh Frank Webster, semakin tajam. yang artinya berlari kencang dan ‘logos’ yang artinya
semesta pengetahuan. Secara sederhana, dromologi berarti
Meski memunculkan perdebatan, namun revolusi informasi semesta berpikir yang digerakkan oleh prinsip kecepatan.
yang diakibatkan karena kemajuan teknologi memang telah Berbeda dengan era modernitas yang digerakkan oleh
membentuk tatanan baru dalam kehidupan bermasyarakat. prinsip produksi dan era modernitas-lanjut (late-modernity)
Lahirnya media-media baru memudahkan manusia dalam yang ditegakkan oleh prinsip konsumsi, merujuk Virilio, era
berkomunikasi dan mendapatkan informasi. Terutama, postmodernitas ditegakkan oleh prinsip dromologi.
setelah hadirnya sebuah teknologi dan media baru yang
saat ini dikenal sebagai internet. Pernyataan sosiolog Mc Logika dromologi menuntun untuk menjadi yang tercepat,
Luhan dapat semakin meyakinkan bahwa saat ini dunia yang pertama, yang terdepan. Dalam era dromologi
tak lebih dari sekadar desa dunia (global village). Bentuk berlaku siapa cepat dia menang; siapa menang dia
bumi yang bulat, beserta seluruh lekukan dan jaraknya berkuasa; siapa lambat dia tertinggal; siapa tertinggal dia
seakan menjadi sebuah dataran yang sangat kecil dan tak kalah; sebuah logika yang menguasai nyaris seluruh aspek
berarti. Internet merupakan saluran komunikasi interaktif, kehidupan masyarakat postmodern dewasa ini; dengan
di mana manusia dapat berinteraksi langsung dengan contoh fenomena misalnya adalah maraknya restoran
orang lain dari berbagai belahan dunia; komunikasi terjadi cepat-saji (fast-food), obsesi akan kecepatan akses internet,
mengandalkan hasrat, citraan ilusoris, efek imajinatif, dan percepatan teknologi pertukaran data daring (online data-
persepsi multilateral dan audiovisual (Bambang Sugiharto, exchange), hingga hasrat untuk selalu mengikuti kabar
2019). terbaru (breaking news) di media sosial dan ketakutan akan
ketinggalan informasi atau fear of missing out (FOMO).
7