Page 41 - IMagz Ed. 04
P. 41
Pengabdiannya pada Itenas sudah dimulai sejak tahun 1991,
dimana beliau saat itu masih menempuh pendidikan S2 di
ITB dan bergabung menjadi asisten dosen di Teknik Sipil
Itenas. Terus terang, tak terbayangkan di benak seorang Imam
Aschuri di masa itu untuk kelak menjadi seorang rektor di
tempatnya mengabdi. Yang terpikirkan pada saat itu hanyalah
untuk kemudian menekuni pilihan hidupnya menjadi seorang
dosen. Tahun 1993, beliau diwawancara oleh Alm. Darmawan,
S.H., untuk kemudian diangkat menjadi dosen tetap. Beliau
langsung bekerja keesokan harinya tanpa menunggu SK,
sesuai kebiasaan di masa itu. Waktu itu yang teringat hanyalah
wejangan yang diajarkan oleh kedua orangtuanya; carilah kerja
apapun, yang terpenting bisa bermanfaat bagi orang banyak.
Apa pekerjaan yang bisa bermanfaat?
“… Yaitu dengan menjadi dosen. Karena dengan
menjadi dosen maka kita bisa menghasilkan manusia
berkualitas, dimana orang-orang yang berkualitas
akan menularkannya kembali kepada orang lain lagi,
sehingga rentetan kebaikannya akan panjang.”
Meskipun begitu, menjadi dosen bukanlah cita-cita yang
sejak awal diimpikan. Justru keputusan untuk menjadi dosen
datang ketika menjalani keseharian sebagai asisten. Menjadi
dosen terlihat menyenangkan, apalagi ketika kita merasa
bahagia. Kita sebagai dosen atau asisten akan merasa bahagia
kalau mahasiswa yang dibimbing mengerti. Itulah hal yang
paling menyenangkan dari menjadi dosen. Tidak ada tempat
yang menjadi tambatan hati beliau selain kampus Itenas,
begitu ditawari menjadi dosen, maka gayung bersambut dan
dimulailah pengabdian beliau.
Tak terasa 19 tahun telah berlalu sejak pengabdiannya,
DR. Imam Aschuri dilantik menjabat sebagai Rektor Itenas
menggantikan Prof. Ir. Harsono Taroepratjeka, MSIE., Ph.D
yang telah usai masa jabatannya. Pelantikan 2012 menandai
periode pertamanya, dan kemudian beliau terpilih lagi pada
tahun 2016. Selama 8 tahun perjalanan panjang sebuah
kepemimpinan rektorat, bagi beliau menjadi rektor adalah
pengalaman yang unik dan menantang. Mengelola Perguruan
Tinggi menjadi unik karena kita mengelola sumber daya
manusia. Ini sangat berbeda dengan mengelola industri
seperti pabrik, dimana yang diolah sebagian besar adalah
benda. Tetapi untuk sebuah Perguruan Tinggi, artinya kita
mengelola hati, rasa, dan raga manusia. Yaitu bagaimana kita
bisa memotivasi, meyakinkan bahwa Itenas itu bisa maju kalau
bersama-sama. Itu tidak mudah. Untuk tantangan ini, solusi
beliau adalah dengan menghilangkan ‘sekat’. Baik itu bagi
pimpinan, karyawan dan dosen, ataupun mahasiswa. Beliau
DR. Imam Aschuri, M.T., dalam wawancara khusus IM di
pernah mengatakan “menjadi rektor adalah mengurusi urusan ruang Rektor Institut Teknologi Nasional
41