Page 45 - IMagz Ed. 04
P. 45
JENDELA LITERASI
Untuk Negeriku,
Sebuah Otobiografi.
Judul : Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi, buku pertama:
Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi
Penulis : Mohammad Hatta
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tebal : xliv + 324 halaman
Terbit : 2011 (Cetakan Pertama)
ISBN : 978-979-709-941-1
“Jalan Hidupmu sudah ditentukan Allah,” katanya, “tetapi keyakinan cukup kuat bahwa engkau tidak akan menyimpang dari jalan
agama Islam, dan Allah. Mungkin pula pengetahuanmu kelak tentang agama tidak begitu luas seperti yang dimiliki seorang alim
ulama, tetapi perasaan Islam sudah tertanam dalam jiwamu dan itu tidak akan hilang.” [Untuk Negeriku, Bukittinggi-Rotterdam
Lewat Betawi [{cet. 2011}, hlm. 73]
Tapsiran Ayah Gaek (Paman) dari Mohammad Hatta yang
dituliskan oleh Bung Hatta sendiri dalam bukunya membenarkan
perjalanan hidup yang beliau jalani. Ayah Gaek Bung Hatta
berkeinginan agar beliau belajar ke Mekkah dan dilanjutkan ke
Mesir untuk memperdalam agama Islam, mengikuti jejak orang
tua dan keluarganya untuk menjadi alim ulama. Akan tetapi, Bung
Hatta memilih jalur perjuangan dan pendidikan, berangkat dari
Bukittinggi, belajar ke Betawi, dan dilanjutkan ke Rotterdam,
Belanda. Perjalanan berbeda tersebut membawa Bung Hatta
menjadi Pahlawan Proklamator Kemerdekaan Indonesia, juga
menjadikan beliau seorang pejuang dan negarawan dengan
berbagai kualitas diri untuk dijadikan panutan dan tauladan.
Beliau adalah seorang pribadi yang tegas dalam berprinsip,
muslim taat, intelektual berdedikasi dan rasional, serta selalu
menjunjung tinggi kemanusiaan, sosialisme, dan demokrasi.
Buku pertama dari tiga buku otobiografi Bung Hatta, Untuk
Negeriku, berisi cerita tentang keluarga dan masa kecil Bung
Hatta sampai ia menuntaskan studi di Handelshogeschool
(Sekolah Tinggi Dagang) di Rotterdam-Belanda tahun 1930.
Bung Hatta lahir di Bukittinggi pada 12 Agustus 1902 dari
pasangan H. Mohammad Djamil dan Sholeha. Ayah kandung
Bung Hatta wafat dalam usia 30 tahun, saat itu beliau baru
berumur 8 tahun. Sehingga, beliau tidak terlalu kenal akan
ayahnya. Banyak cerita didapat dari ibunya, yang pernah
berkata “Engkau potret hidup dari ayahmu.” Di masa itu,
kepercayaan orang di Minangkabau adalah kalau anak laki-laki
serupa dengan bapaknya, maka salah seorang akan mengalah,
dan cepat-cepat pulang ke alam baka.
45