Page 46 - IMagz Ed. 04
P. 46
Di masa Bung Hatta kecil, masyarakat mulai insaf bahwa diperbuat untuk mencapai cita-cita perjuangan itu. Hal yang
sekolah adalah tangga menuju kemajuan, akan tetapi perasaan dibicarakan tersebut diantaranya, perbedaan kultur barat dan
anti-Belanda tetap ada. Perasaan yang diturunkan dari orang timur, peradaban dunia, posisi bangsa Melayu di Benua Asia dan
tua mereka secara turun temurun. Semakin banyak orang tua dalam konteks Hindia Belanda.
mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah rakyat. Termasuk
Bung Hatta yang bersekolah di sekolah rakyat di siang hari Di dalam buku ini, Bung Hatta pun bercerita tentang
dan setelahnya pergi ke surau belajar mengaji dan ilmu agama pertemuannya dengan H. Agus Salim, pertemuan tersebut
Islam. Dominannya pendidikan agama beliau di masa kecil, dilakukan bersama dengan Bahder Johan, dan bersama satu
ditunjukkan dari ketaatan dan kesantunan beliau. Di dalam kawan lainnya, Amir. Beliau mengingat pertemuan tersebut
buku ini beliau bercerita tentang perjalanan ke Denmark dan dilakukan di pertengahan Februari tahun 1920 (bahkan beliau
bertemu dengan beberapa mahasiswa di Universitas Malmö, ingat jika saat itu adalah bulan purnama). Mereka bertiga
“Kami diperkenalkan kepada mereka oleh mahasiswa yang bertandang dan bertemu ke rumah H. Agus Salim. H. Agus
bertemu bermula dengan kami. Kami diajak minum bersama- Salim saat itu baru berumur 30 tahun, sikap pandai ia beramah-
sama. Semuanya minum bir, sebab aku tak minum bir, aku minta tamah yang tidak dibuat-buat (keluar dari hati) menunjukkan sifat
minum kopi dan aku memperoleh kopi.” Kesantunan beliaupun bagi seorang pemimpin. Waktu itu, ia mulai aktif dalam gerakan
ditunjukkan dengan pribadi yang menjaga dalam pergaulan Serikat Islan dan Sarikat Sekerja. Percakapan di rumah H. Agus
dengan lawan jenis. Kesantunan terhadap perempuan ini Salim masih banyak diingat oleh Bung Hatta. Beliau mencatat
dikenal luas oleh publik. Di dalam buku inipun beliau nyaris beberapa hal, diantaranya saat beliau bercerita tentang buku-
tidak menyinggung kehidupan pribadinya dengan perempuan. buku ekonomi yang telah dibacanya. Kemudian dikomentari
Adapun jika beliau menulis tentang seorang perempuan, maka oleh H. Agus Salim “Kalau begitu, engkau sudah lebih jauh
hanya dari sisi intelektualitasnya saja. Di dalam buku beliau mempelajari ekonomi dari teman-temanmu di sekolah yang
bercerita tentang Ainsjah Jahja, komisaris Jong Sumatranen sekelas dengan engkau”. Bung Hatta dengan santun menjawab
Bonds (JSB) Cabang Padang yang cerdas. “… dimana para “Aku baru membaca dari buku, belum lagi mempelajarinya”.
lelaki yang hadir dalam rapat JSB tak berani tampil ke depan “Memang, membaca dan mempelajari ada lain,” jawab H. Agus
untuk ikut berpidato pula, karena merasa sudah ‘dikalahkan’ Salim lagi. “Tetapi, tidak ada bacaan yang hilang dari kepala
oleh pidato Ainsjah yang memukau”. sama sekali. Banyak juga yang tersangkut pada otak yang
kemudian dapat menjadi dasar pembacaan dan pelajaran terus
Dari Bukittinggi kemudian, beliau masuk ke sekolah Belanda dalam hidup. Banyak membaca, itulah jalan yang baik untuk
di Padang, yaitu Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan menambah pengetahuan dan mengasah kecerdasan. Di luar
Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Selanjutnya, sekolah tidak sedikit pelajaran yang diperoleh jadi pembantu
pendidikannya dilanjutkan ke Betawi, Jakarta sekarang, di penyambung yang dipelajari di sekolah”. Dari pembicaraan
sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS). Saat malam itupun Bung Hatta mengingat kritikan dari H. Agus Salim
di Betawi, jiwa pergerakan Bung Hatta mulai nampak. Beliau tentang tabiat para pemuda Indonesia. Bung Hatta menulis, ia
semakin aktif dalam Perkumpulan Pemuda Sumatra atau tajam mengkritik tabiat kaum terpelajar yang “tergantung di
dikenal dengan Jong Sumatranen Bond (JSB). Perkumpulan awang-awang”. Karena didikan Barat tidak pernah dimiliki. Ia
pemuda tersebut dibentuk dengan tujuan mempererat mengkritik gerakan pemuda yang hidup terkurung dalam ide
hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra. kedaerahan, kepulauan masing-masing, dan lupa akan tanah
Melalui perkumpulan ini diharapkan dapat mendidik pemuda airnya yang sebenarnya, yaitu Hindia. Kita harus melenyapkan
Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa, serta mempelajari Belandanya, tinggal Hindia-nya bagi kita
dan mengembangkan budaya Sumatra. Bung Hatta bergabung
dalam pengurus sebagai bendahara, dan beliau diberi Melalui perkumpulan JBS muncul surat kabar Jong Sumatra.
tanggungjawab untuk memperkuat keuangan perkumpulan. Jong Sumatra terbit pertama kali di Bulan Januari 1918,
Keuangan JBS berasal dari kontribusi dan iuaran anggotanya, dan terbit secara berkala akan tetapi waktunya tidak tetap,
juga beberapa bantuan dari masyarakat dalam bentuk donasi. kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah setahun
sekali. Awalnya surat kabar dikelola oleh pengurus JBS, dan
Melalui JBS Bung Hatta berkawan dengan Bahder Djohan. beberapa edisi berikutnya dikelola terpisah. Keredaksian Jong
Bahder Djohan adalah kawan Bung Hatta, dia bersekolah di Sumatra pertama dipimpin oleh Mohammad Amir dan pimpinan
STOVIA. Tiap-tiap Sabtu sore (waktu libur sekolah), mereka perusahaan dijabat Bahder Djohan. Bung Hatta mulai mengurusi
berdua berjanji untuk bertemu dan berjalan-jalan. Selama Jong Sumatra sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra
berjalan-jalan itu, Bung Hatta dan Bahder Johan bertukar inilah Hatta banyak menuangkan segenap pikirannya dalam
pikir tentang banyak hal mengenai perjuangan tanah air. berbagai tulisan bertema kebangsaan, salah satunya lewat
Sebagai anggota JBS, mereka meninjau hal-hal apa yang harus karangan berjudul “Hindiana” yang dimuat di Jong Sumatra
46 ITENAS MAGAZINE • AGUSTUS 2019